Senin, 16 Juli 2007

Adnan Buyung: Jerat Pembalakan Liar dengan UU Tipikor

[Detik Dotcom] - Illegal logging alias pembalakan liar tidak bisa dilihat sebagai kejahatan hutan saja. Penikmat pembalakan liar bisa dijerat oleh UU Tindak Pidana Korupsi. "Korupsi itu adalah sebuah kriminal yang sangat menyebar luas, di mana oknum pegawai pemerintah menerima secara rutin uang suap sebagai imbalan untuk pemberian hak konsesi dan izin pemanfaatan hasil hutan," kata praktisi hukum Adnan Buyung Nasution.

Hal itu disampaikannya dalam seminar 'Penanganan Tindak Pidana Kehutanan dan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Perspektif Tipikor' di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Senin (16/7/2007).

Menurut Buyung, selain para pelaku di lapangan, penanganan kejahatan kehutanan harus menjangkau pelaku di luar pengusaha industri kehutanan. Otak pembalakan liar adalah pengusaha. "Contohnya saja Soekanto Tanoto (pemilik grup usaha Raja Garuda Mas), dia itu tidak terjangkau hukum. Dia itu raja hutan," ujarnya.

Buyung mengimbau dilakukan audit kehutanan oleh Kementerian LH dan BPK. Audit meliputi seluruh perizinan yang sudah dikeluarkan dan berbagai aspek lainnya dalam bidang kehutanan, baik di pusat maupun di daerah. "Apabila hasil audit menunjukkan ada pelanggaran, maka para penyidik kepolisian bekerja sama dengan kejaksaan dan instansi terkait, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)," paparnya. [16 Juli 2007]

Kapolri-Menhut Berdamai, Cukong Kayu Ketar-ketir

[Sinar Indonesia Baru] - Menteri Kehutanan MS Kaban dan Kapolri Jend (Pol) Sutanto berdamai. Menyatukan persepsi dalam pemburuan para cukong kayu yang selama ini melakukan pembalakan liar (illegal logging). Tak heran, para cukong kayu mulai ketar-ketir.
Langkah ini dinilai pemerhati masalah kehutanan dan lingkungan. Yayat Afianto, sebagai langkah tepat, supaya para cukong kayu yang selama ini seakan-akan ‘kebal hukum’ bisa secepatnya dimeja-hijaukan. Adanya persepsi berbeda antara Kapolri dengan Menhut selama ini, menurut dia malah menguntungkan cukong kayu yang memang ‘bermain’.

Wajar jika publik mempertanyakan kenapa kedua petinggi di dua instansi yang beberapa pekan terakhir disorot, karena sama-sama mempertahankan pendiriannya masing-masing malah saling mendukung satu sama lain.

Menhut MS Kaban tersenyum ketika diminta berkomentar soal ‘perseteruannya’ dengan Kapolri terkait penanganan illegal logging di Riau dan Sumatera Utara. “Damai? Memang kenapa? Selama ini kita baik-baik saja kok, saya dan Kapolri sering berkoordinasi soal penanganan illegal logging”, ujar Kaban. Menhut pun membantah dirinya akan dipanggil sebagai saksi dalam kasus illegal logging di Riau dan hal itu di dukung Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komjen Pol Bambang Hendarso Danuri.

Menurut dia, belum ada rencana untuk memeriksa Menhut. “Tidak. Tidak ada pemeriksaan sebagai saksi”, kata Bambang. Baik Menhut maupun Bambang menyatakan yang ada selama ini memang mis komunikasi dan perbedaan persepsi soal illegal logging dengan aparat di daerah. Pertemuan Menhut dan Kapolri Rabu (11/7) merupakan pertemuan biasa membahas perkembangan proses operasi illegal logging yang diatur oleh Inpres itu.

“Pertemuan itu inisiatif kita berdua. Intinya Polisi - Dephut sepakat memberantas illegal logging dan semua kejahatan kehutanan. Kita juga fokus pada pengusaha yang tak punya izin, yang punya izin harus dilindungi, kalau melanggar ya dihukum”, kata Kaban. Menhut dan Polri sempat terlibat polemik terbukti soal pemberantasan pembalakan liar di Riau. Bahkan, Kaban meminta Kapolri mengevaluasi Kapolda Riau Brigjen Pol Soetjiptadi karena menjadikan pengusaha legal sebagai tersangka, sedang para penebang hutan yang sesungguhnya banyak tidak ditindak.

Kapolda Riau Brigjen Sutjiptad sendiri belum meralat pernyataannya untuk meminta Menhut sebagai saksi sehubungan dengan pemberian izin pemanfaatan kayu (IPK) kepada PT Arara Abadi (anak perusahaan Sinar Mas Group) di Riau. Menhut juga disinyalir memberikan surat sakti kepada Riaupulp untuk mempersiapkan Hutan Tanaman Industri (HTI)nya. Sampai saat ini pihak Riaupulp mengaku belum mengetahui kasus tersebut sementara pihak Sinar Mas menyatakan perusahaan Arara tak melakukan illegal logging tapi didakwa melakukan perusakan lingkungan.

Namun sumber wartawan menyatakan ini bukan agenda pengusaha lokal, melainkan upaya pesaing dua perusahaan pulp and paper terbesar di Asia yakni Sinar Mas (salah satunya Indah Kiat) dan Raja Garuda Mas (Riaupulp) untuk menghambat laju operasionalnya di kancah bisnis pulp and paper.

Menurut dia, Indonesia (kelompok Sinar Mas dan Riaupulp) No 1 di Asia dan nomor 5 di dunia. “Jadi sangat mungkin kedua pihak yang sering jadi sasaran tembak itu diadu. Ini bisa jadi distorsi sehingga lambat laun menurunkan kemampuan operasional. Yang kuat malah kompetitornya yakni Amerika dan Eropa”.

Ketakutan negara industri akan besarnya potensi perusahaan pulp and paper Indonesia sangat beralasan. Pasalnya, kapasitas mesin pabrik yang dimiliki Indonesia baru berusia 20 tahun sedangkan mesin pabrik Eropa dan Amerika sudah 100 tahun. “Jelas ini jadi ketakutan luar biasa bagi mereka”, jelasnya. (16 Juli 2007).